Solusi Bagi Tenaga Pendidik Didalam Melakukan Sebuah Penelitian Tindakan Kelas Di Sekolah
PTK (Penelitian Tindakan Kelas) bagi Tenaga Pendidik
merupakan sebuah kewajiban untuk mengusulkan kenaikan pangkat dimana Tenaga
Pendidik sebuah keharusan Melaksanakan
Publikasi Ilmiah.
Dalam hal ini tertuang secara rinci pada LAMPIRAN I :
PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI
NOMOR 16 TAHUN 2009 ; TANGGAL: 10 November 2009.
Tujuan dan Manfaat PTK bagi Tenaga Pendidik
1.
Memelihara Kesadaran Tenaga Pendidik untuk Rajin
Ber-PTK
2.
Membentuk Tenaga Pendidik Masa Depan yang
Pendidik- Pengajar- Peneliti (P3)
3.
Menjadikan PTK sebagai Solusi atas Kendala
Tenaga Pendidik dalam Meneliti
4.
Mengembangkan Kebiasaan Mencatat/ Menulis pada
Tenaga Pendidik
Memenuhi rasa
ingin tahunya atau dalam upaya mengembangkan kemampuan profesional akademik
dalam menopang tugas-tugas edukatif, secara metodologis dan substansial Tenaga
Pendidik dapat melakukan penelitian dengan mengaplikasikan berbagai metode
penelitian, seperti: penelitian korelasional, studi kasus, eksperimen, dan
lain-lain. Namun dalam kenyataannya, hampir semua Tenaga Pendidik terkendala
untuk melakukan penelitian-penelitian formal tersebut. Tuntutan mengajar 24
jam/ minggu pasti akan menjadikan Tenaga Pendidik sangat sibuk dengan tugas
mengajarnya. Sehingga akan semakin sulit bagi Tenaga Pendidik meluangkan waktu
untuk bereksperimen atau mengadakan survey, studi korelasional atau jenis-jenis
penelitian formal yang lain.
Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom
Action Research merupakan salah satu solusi tepat untuk mengatasi kendala Tenaga
Pendidik pendidikan jasmani dalam meneliti. PTK merupakan model penelitian yang
dilakukan dalam situasi riil (natural
setting), sehingga Tenaga Pendidik tidak perlu memisahkan antara waktu
untuk meneliti dan waktu untuk mengajar. Keduanya dapat dilakukan secara
bersama-sama. “Tenaga Pendidik dapat melakukan penelitian pada saat mengajar. Tenaga
Pendidik dapat tetap mengajar pada saat meneliti”.
Tidak ada
alasan bagi Tenaga Pendidik pendidikan jasmani untuk berkata bahwa PTK itu
sulit dan merepotkan, karena segala sesuatu yang terkait dengan PTK pada
prinsipnya telah dilaksanakan oleh setiap Tenaga Pendidik pendidikan jasmani,
hanya saja belum sistematis sebagai bentuk aktivitas riset. Selama kariernya, Tenaga
Pendidik pasti pernah menghukum siswa yang terlambat masuk kelas untuk
memberikan efek jera, Tenaga Pendidik juga pernah memberikan penghargaan kepada
siswa yang menunjukkan apresiasi tinggi selama mengikuti pelajaran. Hal-hal
seperti itu sebenarnya merupakan bagian dari PTK yang mungkin selama ini belum
didesain secara sadar dan sengaja oleh Tenaga Pendidik melalui perencanaan,
pelakasanaan, observasi, dan refleksi.
Dengan
demikian, agar dapat melaksanakan sebuah PTK dengan baik, Tenaga Pendidik
pendidikan jasmani hanya memerlukan pemahaman “sedikit” untuk menjadikan
tugas-tugas mengajar dapat tersusun secara sistematis sebagai sebuah aktivitas
riset. Sistematika PTK hanya memerlukan empat tahap utama yakni,
1.
perencanaan,
2.
pelaksanaan,
3.
observasi, dan
4.
refleksi.
Praktek
pembelajaran yang dilakukan oleh Tenaga Pendidik di kelas, pada hakikatnya
merupakan proses unik interaksi antara Tenaga Pendidik, siswa, dan tujuan
belajar. Interaksi yang demikian pasti akan “memaksa” setiap Tenaga Pendidik
untuk terbiasa menyusun perencanaan, mengembangkan pelaksanaan, melakukan
observasi, dan refleksi.
Keempat
komponen tersebut acapkali terlaksana dalam tataran yang terpisah satu dengan
yang lain. Jika saja dapat menjadi sebuah rangkaian, maka rangkaian tersebut
masih merupakan rangkaian tunggallurus, belum merupakan rangkaian
berdaur-siklus (cyclical). Konsep PTK
adalah mengembangkan siklus-siklus yang mengarah pada usaha meningkatkan
kualitas proses dan hasil pembelajaran.
Penguasaan PTK
pada sisi yang lain dapat menampung ide-ide segar para Tenaga Pendidik
pendidikan jasmani yang kreatif, baik dalam pengembangan media, metode, maupun
asesmen. Banyak Tenaga Pendidik pendidikan jasmani yang kreatif, tetapi hasil
kreativitasnya tidak secara optimal memberi kontribusi bagi proses
pembelajaran, karena Tenaga Pendidik tidak menguasai tahapan-tahapan siklus
yang benar dalam PTK. Kreativitas Tenaga Pendidik tersebut seharusnya dapat
terprogram melalui tahap-tahap PTK yang dirancang secara baik, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi
Kendala umum
yang menyebabkan kurang produktifnya Tenaga Pendidik dalam kegiatan penelitian
terutama terletak dari kebiasaan Tenaga Pendidik yang tidak suka mencatat
kejadian-kejadian. Tenaga Pendidik lebih suka mencatat dalam “hati’ atau
“otak”. Padahal catatan kecil itu suatu saat akan menjadi pintu pembuka hal
yang sangat luar biasa. Kebanyakan Tenaga Pendidik-Tenaga Pendidik pendidikan
jasmani itu tidak suka menulis atau mencatat apa yang telah, sedang, dan akan
dilakukan ketika mengatasi permasalahan-permaslahan pembelajaran di lapangan.
Hal ini tentunya juga menjadi persoalan krusial pada Tenaga Pendidik-Tenaga
Pendidik mata pelajaran yang lain, bahkan juga merupakan masalah umum bagi
masyarakat Indonesia. Tidak gemar membaca dan menulis sebenarnya merupakan
peristiwa budaya, di mana masyarakat kita memang lebih mengarah pada
“masyarakat pendengar dan pemirsa”, bukan pada “masyarakat penulis dan
pembaca”. Artinya, bahwa kendala-kendala dalam meningkatkan kualitas dan
produktivitas karya tulis ilmiah dan penelitian juga sangat dipengaruhi oleh
masih rendahnya budaya menulis dan membaca di kalangan masyarakat kita. Kemampuan
Tenaga Pendidik pendidikan jasmani untuk menulis sesuatu terkait dengan apa
yang telah, sedang, dan akan dilakukan sehubungan dengan persoalan
pembelajaran, disebut dengan kemampuan metakognisi. Kemampuan metakognisi ini
sesuatu yang perlu dibudayakan di kalangan Tenaga Pendidik, agar Tenaga
Pendidik tidak puas menyimpan hal-hal bagus yang telah dilaksanakan cukup di
dalam benak masing-masing. Hasil dari proses metakognisi tersebut penting
sekali agar setiap kali melakukan sesuatu perbaikan proses pembelajaran tidak
selalu dan selalu dimulai dari nol atau dari awal lagi. Bahkan sebuah catatan
kecil tentang suatu hal, akan berpotensi menjadi inspirasi bagi seseorang pada
kesempatan lain, atau menjadi stimulus orang lain untuk membantu memecahkan
persoalan yang sama untuk melakukan perbaikan atau solusi. Hasil proses
metakognisi guru pendidikan jasmani merupakan modal dasar yang sangat berharga
bagi dilaksanakannya Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkualitas dan
berakar pada persoalan penting di lapangan.
Setidak-tidaknya
ada empat hal atau dimensi yang perlu diuraikan terkait dengan persoalan
memahami hakikat PTK, yaitu :
(1) PTK sebagai
prosedur;
(2) PTK sebagai
substansi ;
(3) PTK sebagai
penelitian akademik; dan
(4) PTK sebagai
penelitian profesional.
1. PTK Sebagai
Prosedur atau Cara
PTK itu sebenarnya
merupakan sebuah prosedur atau cara penelitian yang dipilih dan dilakukan untuk
mengatasi masalah-masalah praktis. Sebagai prosedur, PTK itu memiliki nilai
yang sama dengan pilihan-pilihan prosedur penelitian yang lainnya, seperti:
ekperimen, studi korelasional, studi kasus, survey, dan jenis-jenis penelitian
formal yang lain. Jika penelitian formal cenderung mengarah pada pengujian
teoretik, maka PTK lebih memfokus pada pemecahan masalah praktis dengan
mengembangkan pada pengujian hipotesis tindakan. Dengan demikian, perguruan
tinggi yang mencetak akademisi dan calon profesional sudah barang tentu tidak
akan membatasi mahasiswanya hanya melakukan penelitian pengujian teoritis, tapi
justru juga mengarahkan agar mahasiswa memiliki kemampuan pengujian atas
masalah praktis terkait dengan masalah yang relevan dengan bidang ilmu dan
sendisendi profesi yang sangat diperlukan di kemudian hari.
2. PTK Sebagai
Substansi Akademik Secara substansial,
PTK dapat dikatakan seperti air, yakni
memiliki volume yang pasti tetapi bentuknya mengikuti wadahnya. Dalam tataran
ini, maka dapat digarisbawahi bahwa PTK itu layak dipelajari substansinya oleh
mahasiswa dari berbagai jenjang dan prodi, khususnya di perguruan tinggi yang
lulusannya dibekali kemampuan akademik dan profesional. Mahasiswa memang
seharusnya menguasai benar tentang hal-hal akademis yang terkait dengan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dalam kaitannya dengan ini, maka PTK adalah
subject matter yang menjadi bagian terpenting untuk menjembatani keilmuan dan
pengembangan dasar-dasar profesi kependidikan Penjasorkes. Dalam kaitannya
tentang PTK sebagai substansi, maka setidaktidaknya harus diyakinkan bahwa
mahasiswa benar-benar telah sampai pada pemahaman yang lurus tentang PTK.
Pemahaman dasar PTK dimana didalamnya termasuk tentang desain PTK meliputi
tentang :
(1) batasan PTK dalam Penjasorkes;
(2) karakteristik PTK dalam Penjasorkes;
serta
(3) tujuan pelaksanaan PTK dalam
Penjasorkes,
a. Batasan PTK
“Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam
Penjasorkes adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif dan dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan rasional dari tindakan-tindakan guru/ calon guru
dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang
dilakukannya, serta memperbaiki kondisi di mana praktek-praktek pembelajaran
Penjasorkes tersebut dilakukan, dimulai dari adanya perencanaan, pelaksanaan,
observasi, dan refleksi untuk setiap siklusnya”
b.
Karakteristik PTK
Karakteristik PTK tersebut meliputi: PTK merupakan penelitian praktis
(practical inquiry) yang bertujuan untuk memperbaiki situasi praktis secara
“langsung-di sini-sekarang”. Perbaikan dilakukan dalam setting alami dan riil
terjadi di lapangan, PTK tidak menguji pengetahuan dan teori-teori; PTK
merupakan penelitian yang dilaksanakan secara kolaboratif. Pihak yang
berkolaborasi adalah pihakpihak yang secara riil menjadi komponen inti dalam
praktek pembelajaran sesuai masalah yang diteliti; dan PTK merupakan penelitian
berbentuk self-monitoring dengan penajaman kemampuan merefleksi berdasarkan apa
yang telah direncanakan, dilaksanakan, dan diobservasi.
c. Tujuan
Pelaksanaan PTK
Tujuan pelaksanaan PTK dalam Penjasorkes,
setidak-tidaknya mengarah pada dua hal yaitu: untuk memperoleh cara meningkatkan atau
memanipulasi perlakuan atau tindakan dalam pembelajaran Penjasorkes agar proses
dan hasil pembelajaran meningkat; dan
untuk meyakinkan pelaksanaan perbaikan
melalui Proses Pengkajian Berdaur (cyclical), yakni dengan perencanaan,
tindakan, observasi, dan refleksi. Pengkajian berdaur tersebut diilustrasikan
dalam bentuk proses berkelanjutan, yang disebut disain PTK sebagaimana
diilustrasikan dalam gambar berikut ini.
3. PTK Sebagai
Penelitian Akademik
Penelitian akademik ada yang memaknai
sebagai penelitian latihan, tetapi ada yang memandangnya sebagai karya
monumental. PTK sebagai karya akademik memenuhi persyaratan sebagai penelitian
akademik, baik dimaknai sebagai sebuah “penelitian latihan” atau “penelitian
monumental”. Dalam tataran ini, bagi mahasiswa calon guru atau mahasiswa yang
kebetulan sudah jadi guru tapi belum pernah melakukan PTK, maka pengalaman
menyusun skripsi dalam bentuk PTK dapat memberikan kesempatan emas ber-PTK bagi
mahasiswa yang bersangkutan, yakni sambil “latihan” mahasiswa membuat karya
“monumental”. PTK akademik ini dilakukan oleh calon guru pendidikan jasmani
atau calon pelatih olahraga.
4. PTK Sebagai
Penelitian Profesional
PTK sebagai penelitian profesional hanya
dilakukan oleh profesional, baik guru Penjasorkes profesional maupun pelatih
olahraga yang profesional. Artinya PTK Penjasorkes dilakukan oleh guru bukan
sekedar untuk mendapatkan kredit poin kenaikan pangkat, tetapi dilakukan memang
benar-benar untuk memperbaiki proses dan hasil pembelajaran, sebagaimana PTK
kepelatihan olahraga profesional dilakukan oleh pelatih dalam rangka
memperbaiki dan meningkatkan kontribusi dari sebuah tindakan tertentu yang
ditambahkan dalam program latihan, dengan tujuan untuk memperbesar peluang
atlet agar lebih berprestasi.
Langkah awal sebelum menyusun proposal
adalah menetapkan terlebih dahulu sistematika proposal yang akan digunakan.
Sebagaimana penelitianpenelitian yang lain, penyusunan proposal itu harus
mengikuti sistematika yang berlaku. Dalam kaitannya dengan ini maka akan
terdapat banyak sekali versi sistematika proposal. Proposal PTK juga akan
ditemukan banyak versi. Apapun versi proposal yang akan digunakan maka ada
sebuah keharusan yang harus dimiliki oleh calon peneliti PTK, yaitu bahwa calon
telah benar-benar menemukenali permasalahan praktis dalam setting alami serta
alternatif tindakan yang direncanakan akan diimplementasikan. Dengan kata lain,
telah tercipta ide matang dari calon peneliti tentang masalah penelitian serta
tindakannya. Penyusunan proposal hanyalah merupakan penuangan ide tersebut
dalam sebuah format perencanaan yang sistematis. Semakin sistematis dan rinci,
maka proposal tersebut semakin banyak membantu peneliti dalam pelaksanaan PTK.
Sebaliknya, jika ide atau gagasan peneliti dituangkan dalam sebuah proposal
yang kurang sistematis dan kurang rinci, maka dalam pelaksanaannya akan
ditemukan berbagai kendala teknis. Oleh karena itu proposal itu harus berisi
komponen-komponen khusus dan penting yang secara teknis telah menampung
berbagai hal yang mudah diimplementasikan dalam praktek penelitian di lapangan/
kelas. Proposal PTK memiliki fungsi sebagai dokumen pemandu dan pengarah dalam
pelaksanaan penelitian PTK. Sistematika proposal PTK dalam pendidikan jasmani
dan kepelatihan olahraga pada umumnya meliputi komponen proposal yang meliputi:
(1) Judul;
(2) Latar Belakang Masalah;
(3) Rumusan Masalah;
(4) Tujuan Penelitian;
(5) Manfaat Penelitian;
(6) Kajian Pustaka;
(7) Metode Penelitian;
(8) Jadwal Penelitian;
(9) Rincian Beaya Penelitian;
(10) Daftar Pustaka; dan
(11) Lampiranlampiran.
Untuk
kepentingan pemahaman isi proposal dalam rangka persiapan penyusunan laporan
PTK, lazimnya komponen-komponen tersebut kemudian dikemas secara teknis dalam
sebuah format dengan pola standar 3 bab, yakni sebagai berikut:
JUDUL PTK
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka yang relevan
dengan variabel masalah (y)
B. Kajian Pustaka yang relevan
dengan variabel tindaka (x)
C. Kerangka Berfikir
D. Hipotesis Tindakan
BAB III METODE PENELITIAN
A. Setting (Tempat dan Waktu)
Penelitian
B. Subjek Penelitian
C. Sumber Data
D. Teknik Pengumpulan Data
E. Teknik Analisis Data
F. Prosedur Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
|
Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat melalui contoh hasil PTK yang saya lakukan dibawah ini. Silahkan Download untuk bahan refrresnsi bagi Bapak/Ibu Tenaga Pendidik yang mau melakukan PTK di sekolah.